Tradisi Seni Elit
Seni modern indonesia berkembang setelah kontak
dengan seni modern barat, atau seni modern bangsa-bangsa asia lain. Seni modern
barat yang berkembang sejak zaman renaisans abad ke-15 dan ke-16 adalah seni
kaum bangsawan dan pedagang kaya atau borjuis. Mereka adalah kaum orang kaya
yang dapat mendidik dirinya sendiri dalam tingkat terbaik zamannya. Mereka
gemar filsafat dan h
aus akan pengetahuan baru.
aus akan pengetahuan baru.
Seni mereka adalah seni yang selalu baru, maju, yang
sesuai dengan tuntutan ilmu dan budaya mereka, maka aliran seni pun muncul
silih berganti. Pemberontakan estetika adalah sebuah kelaziman. Mempertahankan
tradisi adalah kemunduran.
Karena kedudukan sosial-politik mereka yang tinggi
dan berpengaruh, maka ideologi hidup mereka medominasi kehidupan bangsanya.
Yang bukan seni elit dianggap bukan seni. Juga ketika muncul kaum urbanis,
akibat revolusi industri, yang merupakan kebanyakan merupakan orang orang
kurang pendidikan, muncullah seni kaum urbanis yang meniru-niru seni elit. Karena
itulah seni massa yang populer di kalangan kaum kurang terpelajar ini dianggap
bukan seni pula.
Seni elit semacam itulah yang datang dan
mempengaruhi seni elit di indonesia. Pada mulanya memang yang datang jenis seni
populer di lingkungan masyarakat indonesia yang rata-rata baru lulusan sekolah
dasar pada permulaan abad ke-20 atau paling cepat sekitar tahun 1850-an,
terbukti dari terbitnya roman populer barat dalam terjemahan Melayu-Rendah
sekitar tahun 1880 dan awal abad ke-20.
Teater modern
indonesia pada tahun 1890-an masih merupakan teater populer kaum urbanis kurang
terpelajar. Seni ini meniru teater belanda di gedung komedi. Seni lukis pun
masih bersifat populer dengan
berkembangnya lukisan-lukisan pemandangan alam yang indah.
Pada awal abad ke-20 muncul lapisan elit terdidik,
kemudian berdirilah STOVIA dan OSVIA. Sejumlah anak bangsawan atau raja masuk
MULO dan AMS atau meneruskan sekolah ke-perguruan tinggi di negeri Belanda.
Sekitar tahun 1920-an muncul sajak-sajak
yang meniru soneta Italia yang mungkin waktu itu populer dalam bacaan sastra
mereka di MULO atau AMS. Buah perkembangan seni modern kaum elit ini adalah
tahun 1930-an dan 1940-an. Kedua dasawarsa ini dipenuhi tokoh seni rupawan,
musikus modern, dramawan, sastra, dan film. Mereka juga berorientasi pada
kemajuan dan pembaharuan dalam seni, baik secara instrinsik maupun ekstrinsik.
Seni elit adalah seni dialog. Dan kebebasan individu
yang amat dijunjung tinggi setelah kemerdekaan ini didukung oleh konsep seni
demi kebaharuan dan kemajuan, mengakibatkan seni modern elit menjadi amat
beragam perwujudannya. Memang seni populer berkembang berdasarkan infrastruktur
sosial yang sama dengan kaum elit terpelajar.
Seni elit ini adalah jenis seni yang tidak demokrat.
Seni ini hanya dapat diterima oleh segolongan orang yang terus menerus
mengikuti perkembangan kesenian dan terus menerus belajar seni. Secara ekonomi ia tak mungkin
menghidupi dirinya sendiri . Perkembangan seni elit ini membutuhkan
perlindungan dan sponsor.
Di luar seni elit berkembang juga seni akademis,
seni populer, seni tradisional kerakyatan (etnik) maupun klasik, dan seni massa
(radio, televisi, film). Semua kategori
ini cukup membingungkan, tetapi kalau orang mau memahami keberadaan seni secara
sosiologis, tentulah pendekatan semacam itu perlu. Masing-masing memiliki dasar
pijakan ideologinya yang berbeda ( ajaran sosial tentang makna hidup,
dasar-dasar nilai hidup, dan apa yang patut dilakukan oleh golongan tertentu),
dan juga memiliki estetikanya sendiri. Seni ada karena ada yang membutuhkan.
Tag: seni
elit indonesia, seni borjuis, seni urbanis, teater modern
Book; Filsafat Seni. Jakob Sumardjo
Penerbit : ITB, 2000
ISBN 979-9299-15-2
Comments